Senin, 27 Juni 2011

Makanan khas Kabupaten Wonogiri

Terkenal dengan nasi"tiwul",Beberapa jenis makanan khas tersedia di Wonogiri. Kacang Mede adalah makanan yang berasal dari biji buah jambu mede (jambu mete) yang memang banyak terdapat di wilayah Wonogiri. Emping adalah makanan yang berasal dari biji buah melinjo. Biji buah dikupas, lalu ditumbuk sampai berbentuk lempengan kecil. Kedua jenis makanan ini disajikan setelah terlebih dahulu digoreng sampai kecoklatan. Cabuk adalah makanan yang berasal dari biji wijen yang dicampur dengan bumbu masak. Berbentuk pasta, warna hitam, terbungkus daun pisang.
Juga ada makanan dari singkong yang disebut "pindang", ini berasal dari tepung singkong yang dimasak dengan daging kambing, yang terkenal di Kecamatan Ngadirojo. Saat pagi hari juga sering dapat dijumpai kue serabi di beberapa tempat di dekat Pasar Kota Wonogiri dan tempat lainnya di kecamatan di wilayah Wonogiri.
Mie Ayam Wonogiri terkenal akan citarasanya
Makanan khas lain adalah bakso dan mie ayam Wonogiri yang memiliki citarasa khas, oleh sebab itu di Jakarta banyak sekali tukang bakso atau mie ayam dari Wonogiri. Selain itu pada malam hari, banyak juga pedagang makanan lesehan yang tersebar sepanjang jalan-jalan di Wonogiri, dengan bermacam-macam jenis makanan. Pusat jajanan khas Wonogiri ada di dekat kantor Kecamatan Selogiri, kurang lebih 5 km dari pusat Kota Wonogiri ke arah Kota Surakarta.
Sebagai tambahan tentang makanan khas yang disebut "cabuk", akan lebih nikmat apabila disantap bersama-sama dengan "gudangan" yakni makanan yang berupa sayur-sayuran yang telah direbus dicanpur dengan samabal dari parutan kelapa.

Sejarah Berdirinya kabupaten Wonogiri

Sejarah berdirinya Kabupaten Wonogiri dimulai dari embrio "kerajaan kecil" di bumi Nglaroh Desa Pule Kecamatan Selogiri. Di daerah inilah dimulainya penyusunan bentuk organisasi pemerintahan yang masih sangat terbatas dan sangat sederhana, dan dikemudian hari menjadi simbol semangat pemersatu perjuangan rakyat. Inisiatif untuk menjadikan Wonogiri (Nglaroh) sebagai basis perjuangan Raden Mas Said, adalah dari rakyat Wonogiri sendiri ( Wiradiwangsa) yang kemudian didukung oleh penduduk Wonogiri pada saat itu.
Mulai saat itulah Nglaroh (Wonogiri) menjadi daerah yang sangat penting, yang melahirkan peristiwa-peristiwa bersejarah di kemudian hari. Tepatnya pada hari Rabu Kliwon tanggal 3 Rabi'ul awal (Mulud) Tahun Jumakir, Windu Senggoro: Angrasa retu ngoyang jagad atau 1666, dan apabila mengikuti perhitungan masehi maka menjadi hari Rabu Kliwon tanggal 19 Mei 1741 ( Kahutaman Sumbering Giri Linuwih), Ngalaroh telah menjadi kerajaan kecil yang dikuatkan dengan dibentuknya kepala punggawa dan patih sebagai perlengkapan (institusi pemerintah) suatu kerajaan walaupun masih sangat sederhana. Masyarakat Wonogiri dengan pimpinan Raden Mas Said selama penjajajahan Belanda telah pula menunjukkan reaksinya menentang kolonial.
Jerih payah pengeran Samber Nyawa ( Raden Mas Said ) ini berakhir dengan hasil sukses terbukti beliau dapat menjadi Adipati di Mangkunegaran dan Bergelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya ( KGPAA) Mangkunegoro I. Peristiwa tersebut diteladani hingga sekarang karena berkat sikap dan sifat kahutaman ( keberanian dan keluhuran budi ) perjuangan pemimpin, pemuka masyarakat yang selalu didukung semangat kerja sama seluruh rakyat di Wilayah Kabupaten Wonogiri.